Petugas Partai & Despotisme Baru

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Petugas Partai & Despotisme Baru
Tersangka kasus korupsi mengenakan rompi bertuliskan Tahanan KPK. Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.com

Korupsi di negara-negara republik masih banyak terjadi, karena negara republik belum seluruhnya matang dalam berdemokrasi. Di negara dengan sistem republik yang demokrasinya lebih matang, korupsi masih sering terjadi dalam bentuk pelanggaran yang sistemis dan sistematis yang dilakukan secara halus dan terselubung.

Baca Juga:

Di negara monarki, korupsi banyak terjadi terutama ketika raja atau ratunya memimpin dengan kekuasaan absolut. Negara semacam ini sudah jarang karena diganti oleh pemerintahan monarki demokratis, seperti di Inggris, Spanyol, Belanda, dan beberapa negara lain di Eropa.

Jepang, Thailand, Malaysia, Brunei, adalah negara-negara Asia yang juga menerapkan sistem monarki demokratis.

Kendati demikian, abuse of power dalam berbagai bentuk yang tersembunyi masih sering terjadi. Arab Saudi di bawah Pangeran Muhammad bin Salman sekarang ini dituding banyak melakukan pelanggaran hak asasi manusia.

Beberapa kasus korupsi di Malaysia melibatkan kepala pemerintahan tertinggi yaitu perdana menteri. Di Thailand, Raja Maha Vajiralongkorn -yang mempunyai gaya hidup mewah yang berlebihan- dianggap korup secara moral sehingga mengikis rasa hormat rakyat terhadapnya.

Bagaimana dengan negara despotisme? Inilah yang unik dari pemikiran Montesquieu.

Menurutnya, negara despotik bebas dari korupsi karena despotisme sendiri adalah sistem yang korup. Karena despotisme adalah sistem korup, maka korupsi dianggap sebagai bagian inheren dari sistem itu.

Dalam negara despotik, korupsi menjadi praktik umum yang meluas karena tidak ada sistem kontrol yang efektif dari mekanisme trias politika.

Di negara dengan sistem republik yang demokrasinya lebih matang, korupsi masih sering terjadi dalam bentuk pelanggaran yang sistemis dan sistematis.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News