Ponpes Kampung Minoritas: Sempat Dilarang Bangun Musala

Ponpes Kampung Minoritas: Sempat Dilarang Bangun Musala
Salah seorang pendiri sekaligus pengasuh PA/LKSA Ar-Rahman, M Kholiq. Foto Indra Mufarendra/Radar Malang/JPNN.com

Tapi, butuh proses panjang untuk menjadikan PA/LKSA Ar-Rahman hingga seperti sekarang ini. Proses itu sudah dilakukan sejak 1996 lalu.

Perintisnya adalah M. Kholiq dan Andri Kurniawan. Kholiq adalah mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang (kini UIN Malang). Sementara, Andri tercatat sebagai mahasiswa Institut Teknologi Nasional (ITN).

”Awalnya ada tujuh orang dari Desa Peniwen datang pada kami. Mereka mengaku sebagai muslim dan butuh bimbingan,” ujar Kholiq, yang bersama dengan Andri sempat membuka bimbingan belajar di Kota Malang itu.

Tujuh orang itu khawatir keimanan mereka luntur lantaran pengaruh lingkungan sekitar. Sebab, warga Desa Peniwen mayoritas nonmuslim.

”Mereka bingung karena di Desa Peniwen ini tidak ada ada lembaga pendidikan Islam dan semacamnya,” kata dia. Bahkan, masjid atau musala pun tak ada kala itu.

Berangkat dari itu, Kholiq bersama rekannya mencoba mengakomodasi permohonan warga muslim Desa Peniwen. Awalnya, Kholiq mengajukan pembangunan musala kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang.

”Tapi pemkab tidak mengizinkan. Alasannya karena jumlah penganut Islam di Desa Peniwen kan kecil sekali. Mereka lantas menyarankan kepada kami untuk mendirikan panti asuhan saja,” ujar dia.

Toh meski namanya panti asuhan, namun dalam praktiknya mereka tetap bisa memberikan materi pendidikan Islam. ”Akhirnya kami bergerak untuk memulai pembangunan panti asuhan,” kata bapak dua anak ini.

Mendirikan Panti Asuhan/Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rahman tak segampang yang dibayangkan. Apalagi berada di kampung minoritas muslim.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News