Praktisi Hukum Minta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Diperkuat

Praktisi Hukum Minta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Diperkuat
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Foto: Ricardo/JPNN.com

“Jadi, di sini terlihat jelas kekurangan dari sistem perlindungan saksi dan korban dalam hukum acara pidana Indonesia yang perlu dibenahi."

"Adalah tidak adil bagi orang yang berjasa menjadi JC tapi tidak mendapatkan haknya karena dua lembaga negara yang menangani penetapan menjadi JC masih berpendapat berbeda tentang kelayakan yang bersangkutan menjadi JC,” terang Hendra.

Dia khawatir nantinya tidak ada lagi yang mau menjadi JC, karena tidak berfaedah dan memberikan keuntungan kepada tersangka/terdakwa.

Oleh karena itu, Hendra mengusulkan pentingnya memperkuat LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).

LPSK bisa menjadi satu-satunya lembaga negara yang berwenang menentukan apakah seseorang layak menjadi JC atau tidak.

"Keabsahan seseorang menjadi JC dituangkan dalam sebuah perjanjian dan ditandatangani oleh LPSK dan penyidik maupun kejaksaan. Perjanjian tersebut kemudian tinggal diratifikasi atau disahkan oleh majelis hakim," ujar Hendra.

Dia melanjutkan ini mengadopsi sistem plea bargain di Amerika.

Plea bargain tersebut dapat diberlakukan juga kepada pelaku yang mengakui kesalahan sehingga dapat mengurangi beban pengadilan mengadili perkara-perkara yang peristiwanya terang dan diakui pelaku.

Praktisi hukum Hendra Setiawan mengusulkan pentingnya memperkuat LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News