Reuni

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Reuni
Sejumlah massa mengikuti aksi Reuni 212, Jakarta, Kamis (2/12). Massa aksi membubarkan diri dengan damai pada pukul 11.00 WIB. Foto: Ricardo/JPNN.com

Persaingan yang sangat tajam dalam kontestasi pilgub itu melahirkan polarisasi yang menganga, dan terus berlanjut sampai ke perhelatan pilptres 2019. Kali ini skala persaingan meluas ke level nasional.

Baca Juga:

Kontes pilpres yang hanya diikuti oleh dua pasangan—Jokowi-Ma’ruf Amin vs Prabowo-Sandi--membuat polarisasi menjadi makin tajam.

Setelah Jokowi-Ma’ruf memenangi kontestasi dan Prabowo-Sandi masuk dalam koalisi pemerintahan, aroma persaingan dua kubu pendukung tidak menghilang, malah sebaliknya terasa makin menyengat.

Persaingan dua kubu ini secara agak serampangan disebut sebagai persaingan kelompok politik Islam melawan kelompok nasionalis. Kelompok pertama disebut membawa aspirasi negara syariah dan kelompok kedua membawa aspirasi negara sekuler.

Kelompok pertama menghendaki bentuk negara yang tidak terpisah dari agama, kelompok kedua menghendaki bentuk negara yang terpisah dari agama.

Perdebatan dan persaingan yang sangat keras antara dua kubu itu berlangsung sejak masa-masa persiapan kemerdekaan. Sebuah perdebatan yang sangat panjang dan sangat keras yang kemudian melahirkan kompromi yang dipaksakan.

Kelompok Islam menghendaki Pancasila versi Piagam Jakarta sebagai dasar negara. Kelompok nasionalis keukeuh menolak.

Kompromi dicapai setelah kubu agamis mengalah. Namun, luka akibat kekalahan tidak mudah diobati dan tetap terbawa sepanjang sejarah. Selama masa kekuasaan Orde Lama di bawah Soekarno, kekuatan politik Islam mengalami berbagai macam represi, mulai dari pemenjaraan para pemimpinnya sampai pembubaran partai Islam seperti Masyumi.

Jumlah peserta Reuni 212 yang datang tidak akan pernah bisa dikonfirmasi karena masing-masing pihak punya versi masing-masing.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News