Sabar untuk Sulitnya Menerima Kekalahan

Sabar untuk Sulitnya Menerima Kekalahan
Sabar untuk Sulitnya Menerima Kekalahan

Sebelum itu, saya mengunjungi ”desa” Appomattox di pedalaman Virginia. Di situ saya melihat lokasi penyerahan diri Jenderal Robert E. Lee, panglima perang tentara wilayah selatan yang berjuang memisahkan diri dari USA.

Setelah hampir 70 tahun tergabung ke dalam USA (hampir seumur kemerdekaan Indonesia sekarang), tujuh negara bagian di selatan (South Carolina, Georgia, Alabama, Mississippi, Louisiana, Texas, dan Florida) menyatakan memisahkan diri. Negara-negara bagian di utara dan presiden USA menentang pemisahan diri itu.

Setelah empat tahun perang sipil dan menelan korban hingga hampir 1 juta jiwa, akhirnya pihak selatan menyerah di Appomattox itu. Kembali tergabung dalam USA. Angka 1 juta itu, dilihat dari jumlah penduduk saat itu, setara dengan sekitar 5 persen.

Dari sini saya belajar betapa mahalnya menegakkan konstitusi. Dan harus ditegakkan.

Pelajaran lain yang juga mahal adalah: betapa sulit menerima kekalahan.

Tidak semua tentara dan tokoh selatan menerima keputusan penyerahan diri Jenderal Robert Lee. Gubernur Florida waktu itu, John Milton, menulis surat kepada anaknya. Dia tidak bisa menerima kekalahan tersebut. Dia tidak mau berada di bawah pemerintahan Presiden Abraham Lincoln yang menang lagi di pemilu berikutnya. Setelah menandatangani surat itu, Milton langsung mengambil pistol. Ditembakkan ke kepalanya sendiri.

Pemilik perkebunan besar yang juga aktif di politik, Edmund Ruffin, melakukan hal yang sama. Dialah orang pertama yang meletuskan senjata ke tentara utara yang akhirnya menyebabkan perang itu terjadi. Ruffin kaget menerima kabar penyerahan diri Jenderal Lee. Ruffin langsung mengarahkan moncong senjatanya ke dalam mulutnya sendiri: dor.

Lebih dari itu, 10.000 orang dari wilayah selatan, yang tidak mau berada di bawah pemerintahan Lincoln memilih meninggalkan Amerika. Mereka seperti gelombang besar pindah ke Inggris, Kanada, Meksiko, dan negara lainnya.

SAYA harus di New York tanggal 29-30 Mei lalu. Imam Shamsi Ali minta saya berbicara di forum Islam di Indonesia. Tempatnya di gedung PBB, New York.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News