Tanjung Datu: Akibat Salah Ukur

Opini Siti Nurbaya

Tanjung Datu: Akibat Salah Ukur
Tanjung Datu: Akibat Salah Ukur
Pada 2001, diangkat permasalahan Tanjug Datu sebagai OBP yang ke-10. Sedangkan pihak Malaysia berpendapat, bahwa Tanjung Datu tidak perlu dimasukkan ke OBP. Namun, dalam perundingan Oktober 2001, akhirnya untuk pertama kali setelah 1978 masalah Tanjung Datu masuk catatan yang akan dibahas.

Setelah penelitian lapangan, ternyata teknik pengukuran di Tanjung Datu merugikan Indonesia, yaitu kerugian kehilangan tanah daratan (ruang daratan)  seluas 1.449  hektare. Selain itu, ada potensi abrasi pantai dan makin lama akan menyentuh garis batas, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada titik pangkal dalam penarikan garis batas di laut dan akan berdampak pada kepemilikan ruang laut.

Menurut hasil penelitian DPD RI bekerjasama dengan Universitas Tanjung Pura pada 2009, diperkirakan zona laut teritorial yang akan diambil Malaysia dengan teknik ukuran yang sekarang seluas 68,598 hektare. Pada akhirnya akan menyangkut persoalan kedaulatan negara juga.

Pada 2001, setelah kembali dari Perundingan di Malaysia, dilakukan penelitian terhadap daerah Tanjung Datu, dengan cara pemotretan udara, menggunakan GPS, Geodetics, penghitungan terhadap penampang pada Field Plan dan Traverse & Height serta dilakukan pengukuran lapangan Dit. Top AD atas permintaan Depdagri. Hasil penelitian menunjukkan bukti baru (novum) bahwa permukaan tanah atau terrain atau bentang alam di lokasi penelitian Tanjung Datu merupakan terrain secara geomorfologis DATAR, bukan ciri WATERSHED, yang menjadi basis metode pengukuran.

PERMASALAHAN perbatasan di Tanjung Datu perlu ditegaskan melalui rubrik reformasi birokrasi ini dalam perspektif lain, yang ternyata juga relevan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News