Tanjung Datu: Akibat Salah Ukur

Opini Siti Nurbaya

Tanjung Datu: Akibat Salah Ukur
Tanjung Datu: Akibat Salah Ukur
Pada 1975-1976, Tim Teknis Indonesia dan Malaysia mengukur menggunakan teknis "leveling" dalam rangka mencari watershed. Pengukuran tetap dilakukan. Padahal, ciri sifat bentang alamnya tidak sesuai metoda yang harus digunakan. Jadi jelas ini merupakan kesalahan.

Seharusnya ketika menemukan daerah itu datar atau tidak ditemukan watershed dan hanya ditemukan gundukan-gundukan tanah atau permukaan tanah yang punya perbedaan tinggi rata-rata (local relief) kurang dari 5 meter atau daerah yang punya kemiringan lereng 2 persen atau secara geomorfologi disebut permukaan tanah datar. Metode Tan Zudian tegas menyatakan slope dua persen adalah datar.

Karena itu, perlu pengukuran garis lurus (straight line boundary). Yaitu, dengan menarik garis lurus dari silent point pada ujung watershed yang satu ke ujung atau silent point atau titik watershed yang lainnya (selanjutnya). Baru kemudian dihitung koordinat dari tugu batas yang didirikan.

Atas kesalahan itu, sekian lama, pihak Indonesia tak pernah mengajukan keberatan. Baik saat selesai pengukuran, proses penghitungan, atau draft penggambaran peta lapangan, atau saat sebelum penandatanganan MoU sampai akhirnya MoU ditandatangani pada 23 Agustus 1976 di Kinabalu, Sabah, Malaysia.

PERMASALAHAN perbatasan di Tanjung Datu perlu ditegaskan melalui rubrik reformasi birokrasi ini dalam perspektif lain, yang ternyata juga relevan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News