Tolak Gugatan DPD soal Presidential Treshold, MK Berpotensi Melawan Kedaulatan Rakyat

Tolak Gugatan DPD soal Presidential Treshold, MK Berpotensi Melawan Kedaulatan Rakyat
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan penghapusan presidential threshold (PT) dari 20 persen menjadi nol persen.. Ilustrasi. Foto: Natalia Laurens/JPNN

“Keterwakilan melalui parpol telah mengalami perubahan format lembaga legislasi melalui amendemen UUD 1945, bahwa pembentukan DPD merupakan dalam rangka mereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar (bikameral) yang terdiri atas DPR dan DPD,” tuturnya.

Nazar meyakini representasi rakyat melalui salah satu sistem perwakilan rakyat yang dijalankan dengan baik akan mencerminkan arti demokrasi sesungguhnya.

Menurutnya, hal itu akan membawa dukungan luas dari masyarakat yang merasa kepentingan mereka terwakili.

Namun, kondisi objektif saat ini menunjukkan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen bukan sebagai wujud keterwakilan masyarakat, melainkan bentuk koalisi parpol dala, berbagi kekuasaan.

“Saya mempertanyakan kepada MK yang menolak permohonan gugatan DPD RI yang mempunyai fungsi legislasi dan representasi keterwakilan kedaulatan rakyat.” katanya.

Oleh karena itu, Nazar menganggap penolakan MK atas gugagatan DPD menyebabkan hilangnya hak konstitusional lembaga para senator itu dalam sistem keterwakilan.

“Hilangnya kedaulatan rakyat karena hak konstitusi keterwakilan rakyat melalui DPD berubah menjadi sistem kepartaian yang lebih menekankan berbagi kekuasaan untuk dapat mencalonkan sebagai presiden,” pungkas Nazar.

Sebelumnya, Fajar Laksono menyatakan dua alasan MK mempertahankan presidential treshold (PT) 20 persen.

MK berpotensi melawan kedaulatan rakyat karena menolak gugatan DPD soal presidential threshold.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News