Tugas Paramedis di 'UGD Buruh Migran'

Ada Pasien Patah Tulang karena Hindari Kehormatan Hilang

Tugas Paramedis di 'UGD Buruh Migran'
Sukanah, ketika diperiksa oleh Dokter Regan Lombantoruan di ruang UGD TKI. Foto: Zulham Mubarak/Jawa Pos.
"Sebab, kami di sini bekerja 24 jam, seperti ruang UGD," ujar Ely Kurniasih, 27, seorang perawat di klinik TKI itu, sambil menangani Sukanah. Sejumlah luka lebam dan benjolan ditemukan di tubuh Sukanah. Ely dengan sabar mengolesi luka itu dengan krim sambil diawasi Dokter Regen Lombantoruan yang hari itu mendapat giliran jaga.

"Saya dipukuli sama dahan pohon kurma, Dok. Saya melawan karena saya hampir diperkosa anaknya. Saya beruntung, walaupun dipukuli, masih dibolehkan (majikan) pulang," ujar wanita itu terbata-bata. Sukanah yang saat itu berbaju merah dan bercelana jin lalu menangis.

Di mata Regen, apa yang dialami Sukanah itu terbilang ringan. Menurut pria 65 tahun tersebut, ada puluhan TKI yang pulang dengan kondisi fisik jauh lebih mengenaskan. Tak sedikit di antara mereka yang menolak diekspos media. Baik karena malu atau alasan lain yang tidak masuk akal. "Ada yang menolak diekspos karena keselamatannya diancam oleh agen. Banyak juga alasan lain yang kadang membuat kami tak habis pikir," katanya.

Menurut Regen, kebanyakan wanita buruh migran itu menderita luka karena penyiksaan atau karena kecelakaan akibat berusaha lari dari majikan. Mereka umumnya bekerja di sektor informal atau domestik (rumah tangga). Soal jenis luka rata-rata adalah sakit patah tulang dan luka dalam akibat pukulan benda tumpul. "Tapi, paling banyak luka patah tulang akibat jatuh," ujar dia.

Banyaknya buruh migran yang menjadi korban penyiksaan dan kecelakaan kerja di luar negeri menginspirasi berdirinya klinik khusus TKI di Terminal

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News