UU Cipta Kerja Upaya Pemerintah Memperbaiki Kesalahan Masa Lalu

jpnn.com, JAKARTA - Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dianggap sebagai bentuk autokritik pemerintah. Sejak reformasi, banyak Undang-Undang tumpang tindih dibentuk dan mempersulit sektor riel.
"Sehingga ini introspeksi pemerintah, deregulasi big bang, besar," kata ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Lukman Hakim, saat dihubungi, Selasa (20/10).
Menurut dia, respons pasar modal terhadap UU Ciptaker sangat bagus. Terlihat dari sentimen positif yang muncul usai omnibus law disahkan.
Lukman menyebut, pemodal mengharapkan dampak signifikan dari regulasi itu. Khususnya terkait pemangkasan regulasi.
Menurut dia, deregulasi akan mengurangi celah korupsi berbentuk pungutan liar (pungli). Praktik kotor itu memengaruhi peningkatan ongkos transaksi.
"Karena memulai bisnis di Indonesia itu ongkosnya sangat tinggi karena banyak pungli," kata Lukman.
Di sisi lain, dia meminta pemerintah membentuk aturan turunan omnibus law yang menjadi penopang, terutama di bidang hukum. Sehingga ada kepastian terkait investasi di Indonesia.
"Artinya orang mau berusaha di Indonesia itu harus betul-betul mudah. Tidak usah banyak bayar," kata dia.
Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dianggap sebagai bentuk autokritik pemerintah. Sejak reformasi, banyak Undang-Undang tumpang tindih dibentuk dan mempersulit sektor riel
- Pendiri CSIS Sebut Pemerintahan Prabowo Perlu Dinilai Berdasarkan Pencapaian Nyata
- Buruh Jogja Gelar Aksi Besar-besar Peringati May Day, Ini Tuntutannya
- PPATK Apresiasi Kinerja Pemerintah dan Polri dalam Penindakan Judi Online
- Pemerintah Klaim Utamakan Kepentingan Nasional dalam Negosiasi Dagang dengan AS
- DPR Bahas RUU Kepariwisataan, Apa Misinya?
- Pemerintah Klaim Tarif Impor Trump dari AS Tak Ganggu Swasembada Nasional