Wujudkan Mimpi di Muara Ujung

Wujudkan Mimpi di Muara Ujung
Foto: ist

Selain itu, secara bergantian sekelompok warga dilibatkan dalam proses penyemaian mangrove ini. Setelah bibit tersebut sudah mencapai ketinggian sekitar 70 cm, bisa dijual dengan harga Rp2.000 per batang. Biasanya konsumen membeli minimal 1.000 pohon setiap harinya. 

Sembari mencontohkan lewat gerakan tanggannya, ia menjelaskan pola panen dan cara menanam yang baik dan benar. Kata Supriyatno, cara menanam pohon mangrove itu harus harus dengan teknik khusus. Karena bila dilakukan secara asal-asalan maka tanaman tersebut bisa langsung mati seketika. Hal itu ia peroleh bukan tanpa sebab, melainkan dari hasil pelatihan yang diberikan Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai pendamping masyarakat yang digandeng Pertamina. Selain itu, manfaat lainnya yang bisa didapat yaitu sebagai penghasil bibit ikan, udang, dan kepiting. “Fungsi ekonomi hutan bakau ini, salah satunya juga sebagai bahan baku industri tekstil,” ujar Supriyatno yang juga pendiri SMP Terbuka. 

Dahulu, para nelayan tradisional mengandalkan alam untuk menambak ikan. Namun, hal tersebut ternyata tidak mendapat hasil yang signifikan. Maka dari itu, kini warga beralih menggunakan teknik intensif, agar lebih mudah dan bisa dipanen lebih cepat dengan jumlah yang lebih banyak.  “Secara rasio perbandingannya satu banding sepuluh.  Bahkan dengan teknik intensif ini, panennya lebih cepat,” jelas dia sambil berjalan menunjukkan lokasi pengembangan bibit pohon mangrove yang telah ditanam oleh Pertamina melalui program 75.000 ribu pohon pada Februari lalu.

Sejauh mata memandang, kami pun diajak menyusuri sungai oleh Supriyatno, menikmati keindahan pemandangan hutan mangrove yang rimbun. Mustar yang merupakan penarik perahu, mengungkapkan bahwa dirinya sudah menekuni di bidangnya itu sejak ia duduk di bangku kelas enam SD. 

Bermula dari bisnis ayahnya sebagai pengusaha perahu. Mustar kecil pun tertarik mengikuti jejak ayahnya kala itu. Meski kini hanya penarik perahu, tetapi lelaki muda itu tetap tegar dan ikhlas menjalani pekerjaannya. “Kalau dulu, banyak sekali pengunjung yang saya bawa, tapi entah kenapa belakangan ini jadi sepi,” pungkas Mustar.

Perahu yang dibawa, diakuinya berasal dari Indramayu. Karena, kayu yang dipakai dari daerah tersebut cukup mumpuni kualitasnya. "Setidaknya, ada empat perahu wisata yang disediakan bagi pengunjung," ujar Mustar menambahkan.

Apa yang dirasakan Mustar juga dirasakan Supriyatno dan juga masyarakat pengelola tambak dan pemancingan bandeng. Penyebabnya yakni munculnya pungutan liar bagi para pengunjung berkisar antara Rp 5.000 – Rp 10.000. Pungutan tersebut muncul beberapa bulan terakhir ini dan tidak jelas peruntukannya. Warga berharap pungutan tersebut dibersihkan aparatur desa dan juga Pertamina. Karena lahan jalan pipa tempat pungutan liar merupakan aset Pertamina. “Kami khawatir pungutan itu bukannya berdampak keuntungan malah sebaliknya, bikin kawasan wisata mangrove akan ditinggalkan” jelasnya. (jpnn)

Warga Desa Muara, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, punya cerita tersendiri dalam mengelola potensi alamnya yang berlimpah.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News