Audit HIN, DPR Diminta Bentuk Pansus

Audit HIN, DPR Diminta Bentuk Pansus
Audit HIN, DPR Diminta Bentuk Pansus
Persoalan yang paling pelik dikritisi publik saat ini lanjut Iskandar, terkait Build Operate and Transfer (BOT) antara Hotel Indonesia Natour (PT HIN) dengan pihak group PT Djarum. Dikatakanya, tidak dilakukannya audit rutin oleh BPK mengakibatkan segala sesuatu data dan informasi tentang dasar hukum usulan, perencanaan, dan pelaksanaan BOT antara PT HIN dengan pihak PT Cipta Karya Bumi Indah, PT Srikandi Bali Coffee, PT Grand Srikandi Hayu Mandiri dan PT Karya Cipta Balindo menjadi tidak dapat diketahui dengan segera oleh Negara.

"Akibatnya, besaran antara kewajiban dan hak yang seharusnya didapatkan oleh Negara menjadi pertanyaan besar saat ini. Padahal, jika audit rutin dilakukan maka hal itu tidak akan pernah terjadi. Karena BPK dengan sengaja sudah melalaikan dan menyimpangkan kewenangannya, akhirnya persoalan PT HIN menjadi berlarut-larut," paparnya.

Selain itu, IAW menilai BPK tidak menjalankan fungsinya dalam melakukan audit terhadap uang Negara. Padahal, sudah ada UU sebagai landasannya sejak 1973 dan kemudian direvisi Tahun 2006. BPK kata Iskandar, seharusnya melaksanakan perintah Undang-Undang nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

"Jikalau BPK tidak segera melakukan pemeriksaan melalui Komite Etik seperti yang dilakukan oleh Komisi Yudisial dan Komisi Pemberantasan Korupsi maka publik akan semakin meragukan kredibilitas BPK," tandasnya.

JAKARTA - Ketua Indonesia Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus mendesak Komisi XI DPR RI segera membentuk Pansus Audit PT Hotel Indonesia Natour (HIN)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News