Di Dusun Ini Pria Harus Berani Menculik Perempuan

Di Dusun Ini Pria Harus Berani Menculik Perempuan
Talim bersama salah satu penduduk dusun yang tengah menenun. FOTO: SEKARING RATRI/JAWA POS

Semuanya serba seikhlasnya. Karena itu, begitu memasuki kawasan dusun tersebut, pengunjung akan digiring untuk mengisi buku tamu sekaligus bale kotak amal. Setelah itu, pengunjung diajak duduk sejenak di bale-bale yang beratap alang-alang.

Talim, guide yang juga penduduk asli Dusun Sade, menyebutkan, berdasar cerita leluhur, dusunnya ada sejak 1079 Masehi. Nama Sade berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti obat.

Di dusun itu terdapat 150 rumah dengan jumlah penghuni sekitar 730 orang. Yang menarik, penduduknya bisa dibilang masih satu rumpun atau satu keturunan. ”Sebab, seluruh warga dusun selalu menikah dengan sepupu sendiri,” papar dia.

Menurut Talim, tradisi menikah antarmisan bertujuan mempertahankan tali kekerabatan. Di samping alasan kekerabatan, ada penyebab lain yang membuat warga Sade, terutama kaum laki-laki, enggan meminang gadis dari luar dusunnya. Yakni mahalnya mahar yang harus dibayarkan bagi gadis dari luar dusun.

Sesuai dengan tradisi, jika berniat meminang gadis dari luar dusun, mereka harus membayar mahar seharga satu atau dua kerbau.

”Satu kerbau itu harganya sekitar Rp 20 juta. Kalau dia minta dua kerbau, jadi Rp 40 juta. Itu belum biaya untuk acara pernikahannya. Jadi, jodoh kami sering terhalang faktor ekonomi,” tutur Talim, lantas terbahak.

Sedangkan jika menikahi sepupu sendiri, lanjut bapak satu putri itu, mahar cukup terjangkau. Maksimal Rp 2,5 juta.

Kalau melebihi angka tersebut, si perempuan akan dikeluarkan dari adat. Kelebihan lain, besaran mahar tersebut bisa ditawar sampai kedua pihak sepakat.

Sebagian besar warga suku Sasak masih menjalani tradisi kawin culik. Tidak ada budaya meminang atau melamar. Si pria harus berani menculik perempuan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News