Diorama Menjadi Drama

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Diorama Menjadi Drama
Ilustrasi - Monumen Pancasila Sakti. Ricardo/JPNN.com

Jalan revolusi kekerasan ini diambil oleh kaum Bolshevik di Rusia di bawah Vladimir Lenin, yang mengadakan revolusi pada 1917. Revolusi itu berhasil menumbangkan rezim feodal Tsar, dan menaikkan rezim proletar baru dengan kekuatan utama yang bertumpu kepada kaum buruh proletar.

Kelompok Bolshevik tidak mempunyai anggota dalam jumlah masif. Jumlah mereka relatif kecil, tetapi mereka sangat militan dan mampu memengaruhi masyarakat luas yang sudah mengalami disilusi karena eksploitasi rezim Tsar.

Kaum Bolshevik yang kecil itu menjadi mesin revolusi yang efektif, karena sangat militan dan terorganisasi dengan sangat rapi.

Marx mengatakan bahwa kaum buruh akan menjadi kekuatan utama, yang menjadi anti-tesis perlawanan terhadap para borjuis pemegang modal dan penguasa alat produksi.

Pertentangan dua kelas itu akan dimenangkan oleh kaum proletar secara alami, karena kapitalisme yang matang akan membunuh dirinya sendiri.

Jalan revolusi Rusia tidak sepenuhnya bisa diterapkan di negara lain. Pemimpin gerakan komunis China, Mao Zedong, mengambil jalan yang berbeda.

China belum mengalami fase industri seperti Rusia. Tidak ada kelas buruh di China. Karena itu, Mao melakukan modifikasi politik dengan merekrut kaum tani sebagai kekuatan utama untuk melawan kelas penguasa.

Mao berhasil menggalang dukungan dari kalangan buruh tani, yang sudah sangat menderita karena eksploitasi para kaisar feudal China selama ribuan tahun. Hidup dalam suasana sama rasa sama rata, dengan masing-masing petani sama-sama menggarap sawah yang menjadi milik bersama, menjadi bayangan indah yang sangat diimpikan oleh para buruh tani itu.

Konon diorama itu adalah simbol sejarah besar dari sebuah peristiwa besar, yang seharusnya memberi pelajaran besar.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News