Diorama Menjadi Drama

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Diorama Menjadi Drama
Ilustrasi - Monumen Pancasila Sakti. Ricardo/JPNN.com

Mao menyulap mimpi utopia itu menjadi seolah-olah nyata. Dengan mimpi itu Mao bisa melakukan radikalisasi terhadap para petani, sampai akhirnya mereka berani mati menjadi tulang punggung revolusi.

Pada 1949 Mao berhasil menumbangkan feodalisme yang sudah berkuasa ribuan tahun. Pada saat bersamaan Mao juga berhasil mengusir kelompok nasionalis yang berseberangan jalan dengannya.

Kelompok nasionalis terusir ke Taiwan, dan Mao menjadi penguasa tunggal China.

Revolusi Rusia melahirkan Leninisme. Revolusi China melahirkan Maoisme. Sumber mereka tetap sama, yaitu komunisme-Marxisme, tapi interpretasi dalam gerakan politik mereka berbeda-beda.

Tujuan idealnya sama, ingin menciptakan diktator proletar. Tapi, ujung-ujungnya sama-sama melahirkan diktator perorangan yang sangat represif.

Gerakan komunisme di Indonesia mengambil jalan yang berbeda dari Rusia dan China.

Satariono Priyo Utomo dalam ‘’Politik Dipa Nusantara’’ (2019) melakukan studi terhadap gerakan politik PKI di bawah Aidit. Disebutkan bahwa di bawah Aidit, PKI ingin merebut kekuasaan melalui jalan pemilu.

Strategi sudah disiapkan dengan matang oleh Aidit sebagai ketua PKI, di antaranya membangun sel-sela intelektual dengan mendorong aktivis PKI untuk aktif dalam diskusi-diskusi untuk membangun dan menyebarkan militansi.

Konon diorama itu adalah simbol sejarah besar dari sebuah peristiwa besar, yang seharusnya memberi pelajaran besar.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News