Justru Anak Pintar Mudah Direkrut Teroris

Justru Anak Pintar Mudah Direkrut Teroris
Siswa SMA. Ilustrasi Foto: dok. JPG/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pihak-pihak terkait harus secepatnya merespons adanya pengaruh radikalisme di dunia pendidikan. Pelaku terorisme seperti Dita Fukriyanto di Surabaya adalah salah satu contoh pelaku teror yang menjalani evolusi pemikiran dari kajian-kajian di lembaga rohis dan Lembaga Dakwah Kampus (LDK).

Mohammad Faiz Zainuddin, Alumnus SMAN 5 Surabaya tahun 1999 adalah mantan anggota rohis di sekolah yang sama dengan Dita Oepriarto. “Dia kakak kelas saya, termasuk senior, tapi saya masuk dia sudah keluar,” kata Faiz di sela Dikusi Terorisme di Kantor Wahid Institute, Jakarta, Selasa (15/5).

Faiz menuturkan, bahwa dia dan kawan-kawannya tumbuh dalam lingkungan yang haus akan pencarian jati diri, terutama soal keagamaan. Selama ini, kata Faiz banyak anggapan bahwa mereka yang rawan terseret terorisme adalah anak-anak yang lemah intelektualnya. “Keliru itu, justru anak-anak pintar yang lebih mudah untuk direktrut,” kata Faiz.

Anak-anak pintar tersebut, kerap mengajukan pertanyaan kritis yang tidak mampu dijawab oleh guru agama di sekolahnya. Akhirnya mereka mencari jawaban di luar, ketika dipertemukan dengan para perekrut jaringan terorisme, maka ikutlah mereka.

Faiz juga membeberkan bahwa dalam kegiatan rohis maupun LDK, sepertinya memang biasa-biasa saja, tapi kerap kali ada orang dari luar yang datang dengan maksud untuk mencari rekrutan dan korban-korban baru.

Faiz sendiri mengaku pernah diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan yang mengarah pada radikalisme. Ia pernah dijemput dari Masjid kampusnya, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dalam keadaan mata tertutup, lantas tiba di satu tempat. “Di situlah kami diberi indoktrinasi, habis itu ditutup lagi, diantarkan lagi ke masjid Unair,” tutur Faiz.

Meski demikian, Faiz mengajak masyrakat untuk tidak menstigma dan menggeneralisasi para aktivis rohis maupun LDK. Anak-anak Rohis rata-rata baik, namun ada beberapa orang yang sengaja masuk menyusup. “Tapi Rohis dan LDK juga sudah nggak boleh menyangkal bahwa kebanyakan pelaku teror benihnya dari organisasi mereka,” kata Faiz.

Menurut Faiz, untuk menyelesaikan problem terorisme, semua pihak harus bisa Ber Empati dan Simpati. Artinya, mampu menempatkan diri pada yang mereka rasakan, memahami kejiwaan, serta mengerti pola pikir mereka. “Kalau semakin dihujat, mereka semakin resisten, semakin bergerak di bawah tanah,” tutur Faiz. (tau)

Paham radikalisme mengancam dunia pendidikan, pihak-pihak terkait harus secepatnya mengambil tindakan.


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News