Kegeraman Pak Harto di Lubang Buaya, lalu Beda Paham dengan Bung Karno

Kegeraman Pak Harto di Lubang Buaya, lalu Beda Paham dengan Bung Karno
Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Monumen tersebut merupakan penanda tentang peristiwa G30S/PKI. Foto: Ricardo/JPNN.com

"Amat memilukan! Amat menyedihkan!" kisah Soeharto.

Pada tengah hari atau pukul 12.00, jenazah pertama yang dievakuasi ialah Lettu Piere Tendean. Posisinya paling atas dibandingkan jenazah lainnya.

Selanjutnya, dua jasad lainnya diangkat, yakni Mayjen Soeprapto dan Mayjen S Parman. Dua jenazah itu dalam satu ikatan saat dimasukkan ke dalam sumur.

"Saya hampir tidak percaya bahwa kebiadaban orang-orang G30S/PKI itu bisa sampai demikian," cerita Soeharto.

Giliran selanjutnya ialah tiga jenazah sekaligus. Ternyata jasad Letjen A Yani, Mayjen MT Haryono, dan Brigjen Sutoyo juga diikat jadi satu.

Soeharto mengaku gemetar sambil menggigit bibir saat melihat ketiga jenazah tersebut sampai di permukaan. Saat itu dia hanya membatin .

"Saya tidak akan melupakan kejadian ini," tuturnya.

Jenazah terakhir yang diangkat ialah jasad Brigjen Pandjaitan. Menurut Soeharto, seluruh jasad yang diangkat itu dalam keadaan rusak karena penganiayaan.

Soeharto yang saat itu sudah mengambil alih komando TNI AD menyatakan sumur tersebut masuk wilayah Lanud Halim Perdanakusuma.

Setelah menyaksikan pengangkatan jenazah di Lubang Buaya, Soeharto langsung memprioritaskan penumpasan PKI di Jakarta maupun daerah lain.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News