Kementan Optimalkan 6,4 Juta Hektare Lahan Rawa

Kementan Optimalkan 6,4 Juta Hektare Lahan Rawa
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman meninjau lokasi optimasi lahan rawa lebak di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Mandas Tana, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Kamis (5/4). Foto: Istimewa

Jenis varietas yang adaptif terhadap lahan suboptimal ini selain Ciherang juga ada varietas Inpara-1 sampai Inpara-5.

Prinsip dasar pengelolaan air di lahan rawa pasang surut adalah mempertahankan kecukupan air bagi tanaman.

Selain itu, juga menjaga dan melestarikan tanah agar tidak terganggu secara berlebihan (minimum disturbance), termasuk tersingkapnya pirit yang menjadi sumber kemasaman tanah dan air pada ekosistem rawa ini.

Menurut hasil riset Muhammad Noor, untuk pengembangan kegiatan pertanian di lahan rawa pasang surut, ada beberapa inovasi teknologi pengelolaan air yang bisadimanfaatkan antara lain, sistem tata air satu arah (STASA), sistem tabat konservasi (STAKO), sistem surjan dan tukungan, dan sistem drainase dangkal.

“Teknologi ini sangat bermanfaat dalam pengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut,” katanya.

Dari sisi biaya, pada kesempatan lain Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut bahwa lahan pasang surut tidak memakan banyak biaya, baik investasi maupun biaya operasional.

Namun demikian, lahan tersebut dapat menghasilkan produksi yang besar karena mampu untuk ditanami tiga kali dalam setahun.

Berbeda dengan angkanya BPPT maupun Pusat Informasi Rawa, menurut Mentan lahan pasang surut di Indonesia tidak kurang dari 20 juta hektare dan yang bisa dimanfaatkan sekitar 10 juta hektare. Ini adalah raksasa tidur di Indonesia.

Kementerian Pertanian bereaksi cepat mencari lahan alternatif untuk mengatasi semakin berkurangnya areal sawah produktif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News