Kewenangan Kejaksaan Digugat, Begini Pandangan Praktisi Hukum

Kewenangan Kejaksaan Digugat, Begini Pandangan Praktisi Hukum
Gugatan seorang advokat terkait kewenangan jaksa menyidik kasus pidana korupsi ke Mahkamah Konstitusi (MK) menyita perhatian publik. Ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN.com

Oleh karena itu dalam praktik ketatanegaraan (konvensi ketatanegaraan), Polri, kejaksaan, dan KPK mempunyai fungsi supervisi dan/atau koordinasi dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terkait proses penegakkan hukum tipikor.

Meskipun demikian, Peradi itu mengingatkan, proses penegakan hukum tipikor yang dilakukan ketiga aparat penegak hukum (APH) ini harus tetap mengedepankan prinsip berkeadilan dan kepastian hukum, yang dimandatkan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

"Peningkatan proses hukum (due process of law) dari penyelidikan kepenyidikan dan kepenuntutan harus terpenuhinya minimal 2 alat bukti, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 terkait frasa 'bukti permulaan', 'bukti permulaan yang cukup', 'bukti yang cukup'," tutur Hisyam.

Ketua Bidang Hukum Kaukus Muda Betawi itu menambahkan pihak-pihak yang merasa diperlakukan tidak adil oleh APH dalam pengusutan kasus korupsi dapat melakukan praperadilan.

Dengan demikian, prinsip check and balances antara kewenangan negara yang diberikan kepada aparatur penegak hukum (APH).

"Dalam hal ini Kejaksaan dengan hak warga negara, akan mencerminkan rasa keadilan serta menjunjung tinggi prinsip dasar hak asasi manusia (HAM) di tengah-tengah masyarakat dalam memberantas tindak pidana korupsi," pungkas Hisyam.

Seperti diketahui seorang advokat Yasin Djamaludin mengugat kewenangan jaksa menyidik kasus pidana korupsi ke Mahkamah Konstitusi. 

Permohonan uji materi itu bernomor 28/PUU-XXI/2023.

Gugatan seorang advokat terkait kewenangan jaksa menyidik kasus pidana korupsi ke Mahkamah Konstitusi (MK) menyita perhatian publik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News