Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Desak DPR Tunda Pengesahan RUU Pertanahan

Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Desak DPR Tunda Pengesahan RUU Pertanahan
Gedung DPR RI. ILUSTRASI. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil yang terdiri atas 43 organisasi dan NGO mendesak DPR untuk menunda pembahasan dan pengesahan RUU Pertanahan. Salah satu alasannya adalah proses perumusan RUU tersebut oleh Panitia Kerja atau Panja Pertanahan Komisi II DPR RI tidak terbuka. Koalisi berpandangan, RUU Pertanahan yang ada saat ini belum layak untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

Berdasarkan masalah RUU Pertanahan ini, Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil pada Minggu (14/7) mengeluarkan pernyataan bersama yang dikirim ke media massa.

Koalisi dalam pernyataannya meminta Panja Pertanahan Komisi II DPR, termasuk fraksi-fraksi, partai politik dan pemerintah agar dalam proses perumusan dan pembahasan RUU Pertanahan ke depan harus melibatkan secara aktif koalisi organisasi masyarakat sipil, masyarakat yang selama ini menjadi korban konflik agraria dan perampasan tanah. Selain itu, perlu melibatkan para pakar/akademisi yang kompeten serta kredibel di bidang pertanahan dan seluruh sektor terkait.

BACA JUGA: Para Pengusaha Minta Tunda Pengesahan RUU Pertanahan

Adapun 43 nama anggota Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil antara lain Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Aliansi Petani Indonesia (API), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Solidaritas Perempuan (SP), Rimbawan Muda Indonesia (RMI), Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMA), Yayasan PUSAKA, dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP). Koalisi dalam pernyataannya menyebutkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) bertujuan menghapus UU Agraria Kolonial Belanda, dan memastikan agar bumi, tanah, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya diatur oleh Negara sebagai kekuasaan tertinggi rakyat sehingga penguasaannya, pemilikannya, penggunaannya dan pemeliharaannya ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Oleh karena itu, penggunaan tanah yang melampaui batas dan monopoli swasta tidak diperkenankan. Keadila sosial, kesejahteraan manusianya dan keberlanjutan sumber-sumber agraria menjadi prinsip utama.

Menurut Koalisi, UUPA 1960 baru memuat aturan pokok sehingga diperlukan UU dan regulasi turunan lebih lanjut sebagaimana diamanatkan UUPA. Disadari pula perkembangan zaman terkait agraria berikut kebutuhan dan permasalahan yang timbul sehingga UU yang bersifat khusus (lex specialis) perlu disusun.

Dengan begitu, Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mengapresiasi kedudukan dan posisi RUU Pertanahan terhadap UUPA 1960 adalah bersifat melengkapi dan menyempurnakan hal-hal penting yang belum diatur dalam UUPA 1960. Dengan begitu,maka prinsip-prinsip mendasar dan spirit UUPA 1960 hendaknya secara konsisten menjadi pijakan dalam merumuskan isi RUU Pertanahan.

Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil yang terdiri atas 43 organisasi dan NGO mendesak DPR untuk menunda pembahasan dan pengesahan RUU Pertanahan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News