Kontroversi Pemberian Nama Jalan Kemal Ataturk, Yusril Angkat Bicara
Menurut Yusril, intinya, implikasi politik dari yang terjadi di Turki ketika itu, gaungnya terasa di Indonesia.
Kelompok nasionalis sekuler merasa senang dengan kehadiran Ataturk. Sebaliknya para tokoh nasionalis Islam berada dalam kecemasan.
Tahun-tahun 1920-an itu di Indonesia sedang terjadi polemik ideologis yang luas tentang Islam dan nasionalisme dan masalah hubungan agama dengan negara.
"Polemik antara Bung Karno dan Mohammad Natsir seperti telah saya singgung di atas, tentang hubungan agama pada dekade terakhir kolonialisme Belanda di negeri kita, dilatar-belakangi kebangkitan nasionalisme dan sekularisme di Turki."
"Perdebatan dalam sidang BPUPKI ketika merumuskan 'de filosofische grondslag' (dasar falsafah negara) yang berujung kompromi dalam bentuk Piagam Jakarta, juga bertalian dengan hubungan antara Islam dengan negara pada sebuah negara modern," katanya.
Karena itu, Yusril menilai wajar saat ini masih ada rasa ketidaksukaan sebagian masyarakat terhadap Kemal Ataturk.
Sebab, ketegangan pemikiran antara Islam dan sekulerisme dengan berbagai variannya, hingga kini tetap berlangsung di Indonesia.
Baik itu dari yang moderat dan menerima Pancasila, sampai yang ingin mendirikan kembali negara khilafah.
Yusril Ihza Mahendra angkat bicara menyikapi kontroversi pemberian nama jalan Kemal Ataturk, begini
- Pendiri CSIS Sebut Pemerintahan Prabowo Perlu Dinilai Berdasarkan Pencapaian Nyata
- PPATK Apresiasi Kinerja Pemerintah dan Polri dalam Penindakan Judi Online
- Hadir di Jakarta, Turkish University Fair 2025 Diminati Pelajar dan Masyarakat
- Pameran Pendidikan Turki Terbesar Hadir di Jakarta, Ada 25 Kampus Ternama
- Pemerintah Klaim Utamakan Kepentingan Nasional dalam Negosiasi Dagang dengan AS
- DPR Bahas RUU Kepariwisataan, Apa Misinya?