PKI dan TNI

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

PKI dan TNI
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Ilustasi. Foto: Ricardo

Jenderal A.H Nasution yang menjadi ‘’the lone survivor’’ setelah selamat dari penculikan, menjadi ketua MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) yang melantik Suharto menjadi presiden. 

Nasution lebih senior dari Suharto, tetapi posisi politik dan militer Nasution kalah strategis dibanding Suharto. 

Secara psikologis Nasution juga ‘’down’’ karena putrinya, Ade Irma Suryani, yang barus berusia 5 tahun, tewas menjadi korban saat penculikan oleh PKI.

Suharto muncul menjadi ‘’lone warrior’’ yang menjadi panglima penghancuran PKI. 

Dia kemudian menjadi presiden mengggantikan Sukarno, yang tidak berdaya karena dianggap terlibat dalam penculikan jenderal oleh PKI. 

Sukarno diisolasi di Wisma Yaso sampai meninggal pada 1970.

Suharto menjadikan PKI sebagai legitimasi untuk mempertahankan kekuasan sampai 32 tahun. 

Berbekal ketetapan MPRS nomor 25/1966 Suharto menjadikan PKI sebagai partai terlarang, dan ajaran komunisme, masrxisme, leninisme juga dinyatakan sebagai ajaran terlarang. Sampai sekarang ketetapan itu masih tetap berlaku. 

Keputusan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa untuk memperbolehkan anak dan keturunan PKI mendaftar ke TNI memantik kontroversi lama.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News