Psikolog: Brigadir Petrus Belum Tentu Schizophrenia

Psikolog: Brigadir Petrus Belum Tentu Schizophrenia
Brigadir Petrus Bakus. FOTO: pontianak post/jpnn.com

jpnn.com - JAKARTA - Psikolog Adityana Kasandra Putranto berharap polisi tidak buru-buru menyimpulkan bahwa pembunuhan keji yang dilakukan Brigadir Petrus Bakus karena gangguan jiwa schizophrenia. Pasalnya, berdasarkan pengalaman dia, tidak banyak pembunuh sadis mengidap gangguan tersebut.

’’Pengalaman saya, dari sepuluh kasus mutilasi, hanya satu kasus yang pelakunya schizophrenia,’’ kata Managing Director Psychological Practice Kasandra & Associates itu, Jumat (26/2).

Kasandra mencontohkan kasus pembunuhan sadis dengan mutalasi Mayasari. Pelaku yang bernama Sri Rumiyati alias Yati membunuh kemudian memutilasi suaminya yang bernama Hendra. Setelah dimutiltasi, mayat Hendra dimasukkan ke dalam tiga buah kardus. Salah satu kardus ditinggal di dalam bus Mayasari Bakti. 

Pada kasus ini, Yati tidak mengidap schizophrenia. Motifnya ternyata karena perempuan yang hiperseks itu merasa sakit hati kepada suaminya. Yati merasa Hendra lebih mesra dan perhatian kepada tiga istri lainnya.

Karenanya, Kasandra menyarankan perlu pemeriksaan psikologis lengkap terhadap tersangka Brigadir Petrus. Pemeriksaan lengkap itu diperlukan untuk membuktikan kapasitas mental yang bersangkutan. Kasandra berharap sebaiknya polisi tidak buru-buru mengambil kesimpulan bahwa Brigadir Petrus adalah orang dengan schizophrenia.

Kalaupun akhirnya terbukti benar bahwa Brigadir Petrus mengidap schizophrenia, masyarakat harus panik. Sebab kepolisian ternyata memiliki masalah dalam proses kualitas rekrutmen dan monitoring mental personelnya. Pasanya, menurut dia schizophrenia itu harusnya bisa dideteksi semenjak dini. (idr/wan/dil/jpnn)


JAKARTA - Psikolog Adityana Kasandra Putranto berharap polisi tidak buru-buru menyimpulkan bahwa pembunuhan keji yang dilakukan Brigadir Petrus Bakus


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News