RI 'Tuan Rumah' Pembuangan Limbah

RI 'Tuan Rumah' Pembuangan Limbah
Foto : E-wasteguide.Info
Oleh karena itu, organisasi gerakan lingkungan hidup yang terdiri dari WALHI, KIARA, JATAM, SDE dan Institut  Hijau Indonesia ini mendesak kepada para menteri lingkungan hidup sedunia untuk  bisa merumuskan syarat-syarat sosial dan ekologis yang ketat, sehingga jargon "ekonomi hijau" tidak diletakkan pada kerangka ekonomi neoliberal, yang terbukti gagal menjamin keselamatan hidup kolektif penduduk dunia, dan justru menjadi pemicu krisis sosio-ekologis yang semakin kritis.

Selanjutnya, mereka bisa menghentikan upaya legalisasi penghancuran keaneka ragaman hayati dengan skema dan pertimbangan apapun termasuk tukar guling kawasan yang atau biodiversity offset (kompensasi atas hilangnya keanekaragaman hayati akibat investasi). Upaya yang didorong LSM internasional bersama para pebisnis ini mengemuka dan akan menjadi salah satu agenda dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati di Nagoya tahun ini.

Aliasi juga mendesak pemerintah Indonesia menghentikan adanya praktek peracunan warga, ekosistem maupun larangan impor limbah yang berbahaya. “Hentikan praktik peracunan warga negara dan ekosistem Indonesia dengan melarang tegas penggunaan Merkuri, Sianida dan pembuangan tailing ke sungai dan laut,” tegas Kepala Departemen Advokasi dan Jaringan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), M Teguh Surya.

Pemerintah juga didesak untuk memetakan dan membatalkan butir-butir kesepakatan dalam berbagai perjanjian multi-lateral dan bilateral yang dapat menjadi peluang pembesaran aliran limbah berbahaya dan investasi industri kotor di wilayah Indonesia, termasuk IJEPA, ACFTA, dan perjanjian serta rancangan perjanjian kesepakatan dagang lainnya. Pemerintah juga harus melarang masuknya barang-barang yang menggunakan limbah berbahaya beracun termasuk barang-barang dari Jepang dan China yang saat ini telah terikat perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia. (fm/jpnn)

JAKARTA—Data aliasi pemerhati sosial masalah lingkungan hidup menyebutkan, Indonesia hanya mampu mengolah sebesar 20 persen limbah bahan berbahaya


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News