Stigma KPK Melakukan Politisasi Hukum Makin Kuat, Ini Penyebabnya

Stigma KPK Melakukan Politisasi Hukum Makin Kuat, Ini Penyebabnya
Ilustrasi KPK. Foto: Ricardo/JPNN.com

Ia mengatakan petinggi parpol dan jaringannya yang dipanggil KPK saat ini bukan kebetulan semata. Melki melihat pemanggilan itu ada hubunganya dengan revisi RUU KPK dan pemilihan komisioner KPK.

Hal itu dianggap sebagai manuver yang mudah dibaca dan dianggap bagian dari penggunaan kewenangan KPK untuk mempengaruhi agenda di Senayan. Baik secara langsung atau tidak langsung.

"Pengamat dan rakyat kebanyakan dengan mudah memberi penilaian semacam ini, sehingga makin menguatkan stigma bahwa KPK sedang melakukan politisasi penegakan hokum," tutur Melki.

Melki berpendapat KPK sebagai bagian dari sistem hukum dan sistem pemerintahan di Indonesia seharusnya menyatu. Bahkan tidak boleh terpisah dengan institusi hukum atau lembaga negara lainnya.

Revisi UU KPK dan pemilihan komisoner KPK yang melibatkan pemerintah, DPR dan masyarakat sipil melalui tim pansel mestinya membuat semua komponen bangsa harus bersikap dewasa.

Melki juga berharap kepada semua pihak untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik, tidak saling sandera, dan duduk bersama musyawarah mufakat mencari solusi terbaik. Mereka diharapkan tidak saling menyerang dan berprasangka.

"Kalau masing-masing pihak unjuk kekuatan yang dikorbankan masa depan dan nasib rakyat Indonesia, Pemberantasan korupsi dan penegakan hokum bisa menjadi korban," ucap Melki.

Melki berharap pembahasan revisi RUU KPK dalam waktu tersisa harus berlangsung terbuka dan akuntabel oleh DPR RI dan pemerintah.

Ketua DPP Partai Golkar Melki Laka Lena meminta kepada semua pihak tidak saling menyerang terkait RUU KPK dan pemilihan komisioner baru lembaga tersebut.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News