Temuan Lembaga Survei INDODATA: Peredaran Rokok Ilegal di Indonesia Sangat Masif

Temuan Lembaga Survei INDODATA: Peredaran Rokok Ilegal di Indonesia Sangat Masif
Barang bukti rokok ilegal. Foto/Ilustrasi: Bea Cukai.

Diasumsikan kalau ada peredaran rokok ilegal 5% untuk 2020, maka potential loss dari penerimaan cukai sudah Rp4,38 triliun.

Padahal data Bea Cukai prosentase peredaran rokok ilegal di tahun 2018 adalah 7%, 2017 adalah 10%, dan sebelumnya 2016 sebesar 12%, sedangkan 2020 sebesar 4%.

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan yang hadir secara virtual mengatakan, selain kebijakan cukai eksesif 23% PADA 2020 dan 2021, peredaran rokok ilegal turut mengancam kelangsungan usaha IHT.

Menurut Henry, maraknya rokok ilegal sejak 2020 karena daya beli konsumen turun, tingginya harga jual rokok legal dan kurangnya efektif penindakan rokok ilegal di lapangan.

Untuk itu, dia mengusulkan kepada pemerintah agar dilakukan strategi penindakan rokok ilegal secara extra ordinary.

Henry juga meminta tarif IHT pada 2022 tidak naik atau tetap sebesar tarif yang berlaku di tahun ini.

"Kondisi IHT saat ini sangat terhimpit dan kritis, butuh relaksasi minimum tiga tahun bagi usaha IHT untuk pemulihan," tuturnya.

Selain itu, Henry menyarankan, rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, sebaiknya tidak dilakukan.

Dalam perhitungan peredaran rokok ilegal di Indonesia, Indodata menemukan sebesar 28,12 persen responden yang sedang mengkonsumsi rokok ilegal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News