Tingwe

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Tingwe
Tembakau kering yang menjadi bahan baku rokok. Foto/ilustrasi: Ara Antoni/JPNN.Com

Rokok bukan sekadar konsumsi, tetapi sudah menjadi bagian dari budaya.

Kenaikan cukai selalu dibarengi dengan kampanye yang mendiskreditkan rokok kretek, yang dianggap sebagai biang segala penyakit mematikan. Kampanye ini dianggap sebagai titipan negara-negara kapitalis internasional yang tidak mampu menembus pasar rokok tradisional.

Kampanye ini menjadi bukti sikap hipokrit dan mendua negara-negara maju.

Di satu sisi mereka menggalakkan perdagangan bebas. Namun, diam-diam melalukan proteksionisme dengan menerapkan berbagai pembatasan. Penerapan cukai rokok dan kampanye negatif terhadap rokok adalah bagian dari sikap hipokrit itu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi ujung tombak kebijakan liberalisme pasar ini. Ia menjadi ekonom liberal yang ditugaskan oleh Presiden Jokowi untuk mencari setiap lubang pajak yang bisa menghasilkan uang.

Berbagai jenis pajak yang mungkin menghasilkan uang akan diburu oleh Sri Mulyani. Industri rokok yang masif sudah lama menjadi incaran Sri Mulyani untuk mendapatkan tambahan pemasukan pajak.

Setiap kali muncul kenaikan cukai rokok, setiap kali pula muncul perlawanan terbuka. Namun, dalam setiap kali pertempuran itu perlawanan rakyat selalu kandas.

Kali ini masyarakat konsumen rokok melakukan perlawanan dengan cara yang berbeda. Tidak secara frontal, tetapi dengan perlawanan budaya melalui gerakan tingwe.

Salah satu bentuk perlawanan yang muncul sekarang adalah lewat gerakan tingwe yang mulai gencar dilakukan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News