Gunung Agung Erupsi

Asalkan Masih Bersama-sama, Kabar Buruk pun Tidak Masalah

Asalkan Masih Bersama-sama, Kabar Buruk pun Tidak Masalah
Ngurah Ma (bertopi) di Pengungsian Bajar Pringalot, Rendang Karang Asem Bali. FOTO: SAHRUL/JAWAPOS

Namun, apa daya, perintah dadakan membuat keputusan itu seolah angin lalu. Beres berkemas, mereka sama-sama meninggalkan Desa Besakih di kaki gunung tertinggi di Bali itu.

Melaju di atas kendaraan masing-masing ke Klungkung. Tapi, setiba di sana, mereka tidak bisa tinggal satu tempat.

Akan habis waktu mencari tempat mengungsi apabila tidak cepat. Alhasil, buru-buru mereka mengisi tempat yang masih menerima pengungsi.

Sadar tidak satu tempat, Ngurah Ma dan anggota keluarga lain mulai membuka komunikasi. Mereka sampaikan posisi masing-masing. Berikut anggota keluarga yang turut serta.

’’Dua hari setelahnya kami dapat tempat yang bisa menampung semua keluarga,’’ ujarnya.

Letaknya strategis. Berada tepat di samping kantor Polres Klungkung. Mereka gunakan eks kantor Bank Dagang Bali sebagai lokasi pengungsian. Gedung tiga lantai itulah yang menjadi lokasi pertama mereka bersama di satu pengungsian.

Sejak saat itu pula, mereka tidak pernah berpisah. Selalu bersama-sama di satu lokasi pengungsian. Tapi, diakui Ngurah Ma, tidak mudah beradaptasi dengan tempat baru.

Apalagi Klungkung dan Besakih amat berbeda. Dia dan keluarganya terbiasa hidup di tempat dingin. Sedangkan Klungkung, menurut mereka, cukup panas.

Pidada yang ketika itu berusia 12 tahun tak mungkin lupa karena bertepatan dengan itu, Gunung Agung meletus.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News