Gunung Agung Erupsi

Asalkan Masih Bersama-sama, Kabar Buruk pun Tidak Masalah

Asalkan Masih Bersama-sama, Kabar Buruk pun Tidak Masalah
Ngurah Ma (bertopi) di Pengungsian Bajar Pringalot, Rendang Karang Asem Bali. FOTO: SAHRUL/JAWAPOS

Alhasil, perbedaan itu membuat para sesepuh sempat gusar. Sempat tidak ingin berlama-lama, Ngurah Ma dan anak muda lainnya berhasil meyakinkan mereka.

Bahwa berada di Besakih tidak akan lebih baik. Sebab, jika Gunung Agung meletus, mereka langsung terimbas.

Bagaimana tidak, desa tempat mereka lahir itu berada tidak lebih dari 6 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung.

Selain itu, desa mereka masih salah satu kawasan rawan bencana (KRB). Yang sejak Gunung Agung berstatus awas harus kosong.

’’Kami tidak neko-neko. Kata pemerintah ngungsi, kami ngungsi,’’ ucap Ngurah Ma.

Meski harus jauh dari rumah dan tinggal alakadarnya, tidak masalah. Selama bersama-sama, mereka selalu bahagia.

Apalagi puluhan anak usia sekolah yang turut serta dalam rombongan keluarga berjumlah 119 jiwa itu tetap bersemangat belajar meski harus beberapa kali berpindah sekolah.

’’Masa depan anak-anak itu yang paling penting bagi kami,’’ kata pria bertubuh gempal tersebut sampil menunjuk wajah-wajah lugu yang tengah tertidur lelap.

Pidada yang ketika itu berusia 12 tahun tak mungkin lupa karena bertepatan dengan itu, Gunung Agung meletus.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News