Bandar, Bandit, Badut
Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Biaya makin mahal karena ada operasi vote buying, jual beli suara, dan money politics, politik uang yang dioperasikan oleh tim sukses.
Tidak ada sumber dana yang paling mangkus untuk membiayai operasi politik ini kecuali menggadaikannya kepada para bandar politik dengan imbalan proyek.
Praktik klientelisme seperti ini menjadi praktik standar yang berlaku di seluruh Indonesia.
Mahfud MD mengakui adanya praktik bandarisme dan klientelisme itu.
Mahfud menyebut hampir 80 persen pilkada di daerah melibatkan pemodal atau bohir yang menjadi bandar yang menyediakan biaya politik.
Bandar politik ini disebut sebagai oligarki yang sudah melakukan transaksi ijon dengan calon kepala daerah dari berbagai level.
Pada saat calonnya menjabat pimpinan tertinggi di eksekutif saatnya mengirim tagihan.
Dan sang kepala pemerintahan akan membayarnya dengan berbagai proyek yang didanai oleh uang negara.
Kasus Mardani H. Maming menunjukkan korelasi yang rumit antara bisnis dan politik di Indonesia.
- YATBL Laporkan Muhammad Kadafi ke Bareskrim Polri
- KPK Tunjuk Plt Baru untuk Isi Kekosongan Jabatan, Tessa Mahardhika Ikut Dipromosikan
- KSST Klaim KPK Naikkan Status Hukum Dugaan Korupsi Lelang Saham PT GBU
- KPK Periksa WN Korsel di Seoul Terkait Kasus Suap PLTU Cirebon
- KPK Periksa Direktur PT Visiland Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan di PT INTI
- Wasekjen Hanura Kritik Pertemuan Erick Thohir dengan KPK dan Kejagung Soal UU BUMN