Gunung Agung Erupsi

Cerita Sedih dari Bandara Ngurah Rai

Cerita Sedih dari Bandara Ngurah Rai
Beberapa penumpang di Bandara Ngurah Rai tampak tertidur di emperan dengan menggunakan alas kardus. Foto: Zulfika Rahman/Radar Bali

jpnn.com, DENPASAR - Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Erupsi Gunung Agung berdampak ke penumpukan calon penumpang pesawat di Bandar Udara Ngurah Rai di Kabupaten Badung, Bali.

Sejak ditutup sekitar pukul 07.15 Wita, Senin (27/11), bandar udara paling sibuk kedua di Indonesia disesaki ribuan penumpang mulai dari terminal domestik hingga terminal internasional.

Petugas bandara dan juga masing-masing maskapai yang membuka gerai aduan untuk melakukan refund pun tampak sibuk melayani penumpang. Namun sebagian justru ada yang bertahan dan memilih untuk melanjutkan penerbangan hingga Selasa (28/11) ketika bandara sudah dinyatakan dibuka.

Sebagian penumpang juga tampak tertidur dengan menggunakan alas seadanya seperti kardus dan koran. Rasa cemas bercampur aduk terpancar dari wajah-wajah penumpang yang tidak bisa terbang akibat penutupan bandara.

Salah seorang penumpang, Dediardus Sarto (25) dan tiga rekannya asal Flores tidak bisa terbang. Kondisi ini pun membuat dia dan tiga rekannya yang berangkat dari Pontianak pun pasrah dengan kondisi yang dihadapi.

“Saya dan teman berangkat dari Pontianak Minggu dini hari. Sampai jam tujuh pagi dan tidak bisa melanjutkan penerbangan pulang,” ujar pria yang bekerja sebagai buruh proyek tersebut.

Di tengah kondisi itu, sialnya uang miliknya pun habis. Sisa uang Rp 700 ribu tersebut sudah digunakan membeli tiket pesawat untuk terbang ke Flores.

Sementara sisa uang dari beberapa temannya juga mengalami kondisi sama. “Sisa uang kami bertiga itu tinggal Rp 100 ribu saja. Dan sudah dipakai makan tinggal puluhan ribu,” ucapnya.

Sabina yang tertahan di Bandara I Gusti Ngurah Rai sedih lantaran tidak bisa menghadiri pemakaman saudaranya sendiri.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News