Dipaksa Bersetubuh jika tak Mau Tidak Dikasih Makan Tiga Hari

Dipaksa Bersetubuh jika tak Mau Tidak Dikasih Makan Tiga Hari
Dipaksa Bersetubuh jika tak Mau Tidak Dikasih Makan Tiga Hari

jpnn.com - KASUS dugaan penganiayaan, penyekapan, dan human trafficing terhadap 17 pembantu rumah tangga (PRT) yang dilakukan istri Brigadir Jenderal (Brigjen) Polisi MS, M terus menguak fakta-fakta baru.

Sejumlah pembantu mengaku pernah disuruh bersetubuh antarsesama mereka. Jika tidak mau, tak ada jatah makan selama tiga hari.

Wajah-wajah lusuh itu kini menyesaki ruang kerja Satuan Reskrim Mapolres Bogor Kota. Ya, mereka adalah 16 PRT yang dievakuasi dari rumah M, di Perumahan Bogor Baru, Jalan Danau Mantana, C5/18, Perumahan Bogor Baru, Kelurahan Tegalega, Kecamatan Bogor Tengah.

Tidak nampak Yuliana Leiwer (18). Sang whistleblower (pengungkap kasus) tersebut sudah dibawa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk diamankan.
    
Radar Bogor (Grup JPNN) berhasil berbincang dengan salah satu PRT. Dia bernama Istikomah alias Wasasih alias Hesti (26). Perempuan kurus dengan tangan penuh bekas luka itu bertampang kusut. Namun dia mengaku sedang semringah. Sudah delapan bulan Hesti menunggu momen ini.“Alhamdulillah. Ini seperti mimpi. Saya sangat beruntung bisa keluar dari rumah itu,” ujar Hesti.
    
Selama menjadi pembantu MS, Hesti mengaku pernah mendapatkan penganiayaan. Mulai dari ditampar, dijambak, dicakar dan disiram minyak goreng panas. Tak sampai di situ, tiga bulan lalu Hesti juga mengaku pernah dipaksa bersetubuh dengan pembantu laki-laki.

Jika tidak, Hesti tidak boleh makan selama tiga hari. Hesti mengakui jika juragannya itu kerap iseng. Namun dia tidak mau menolak dan melawan permintaannya itu lantaran kadung takut.
    
“Saya masuk kamar saja. Tidak sampai bersetubuh. Saya takut kalau menolak,” jelas perempuan yang sudah memiliki dua anak tersebut. Keseharian Hesti dan para pembantu lainnya berjalan statis. Di rumah berloteng itu, pembantu pria dan perempuan dipisahkan.

Untuk pembantu 11 perempuan tidur di sebuah kamar di lantai satu. Tidak semuanya kebagian kasur. Sedangkan lima pria tidur di lantai dua.
    
Setiap hari mereka mesti bangun pukul 03:00 lalu mandi. Sejam kemudian mereka harus bersiap di dapur untuk bekerja. Hesti dan dua orang lainnya biasanya bekerja mencuci baju.

Sementara yang lain ada yang memasak, mencuci mobil. Pukul 06:00, biasanya M membuka gerbang dan menyuruh sejumlah pembantunya untuk menyapu dan membersihkan pot bunga di depan rumahnya. Ada ratusan pot bunga. Jika dihitung, pot gantung saja ada 31 buah. Sementara pot besar 16. Itu belum dengan pot kecil yang bercampur menjadi satu di beranda rumah.
    
“Ibu M biasanya keluar menggunakan daster dan celana panjang. Sementara pembantunya membersihkan pot hingga ke bawah-bawahnya,” ujar salah satu tetangga M yang namanya enggan disiarkan.
    
Menurut Hesti, M merupakan seorang yang perfectionist. Dia kerap marah jika ada setitik debu di meja. Jika salah satu pembantu berbuat salah, maka tamparan bakal didapat. Pernah suatu kali Hesti menjatuhkan tempat air. Karena suara jatuhan tersebut kencang dan membuat M kaget, maka tangan perempuan asal Desa Depok Pulungsari RT1/2, Selomerto, Wonosobo, diguyur minyak goreng panas.

“Kalau Yuliana, dia ditampar tiga kali karena saat membuat kue, mixernya jatuh dan adonannya menyiprat ke ibu. Dia menangis dan langsung meminta dijemput oleh keluarganya,” paparnya.
    
Gaji pembantu di rumah M berada di kisaran Rp800 ribu sampai Rp1 juta. Untuk Hesti, M menggajinya Rp800 ribu. Beda dengan Agustinus Henri (26). Pria yang sudah mengabdi 2,5 tahun ini digaji Rp1 juta. Upah tersebut tidak lantas dibayar perbulan. Biasanya M menyimpannya. Jika memang si pembantu itu memerlukannya, baru dikasih.

KASUS dugaan penganiayaan, penyekapan, dan human trafficing terhadap 17 pembantu rumah tangga (PRT) yang dilakukan istri Brigadir Jenderal (Brigjen)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News