Fatwa dan Fatwa

Oleh: K.H A. Mustofa Bisri

Fatwa dan Fatwa
Fatwa dan Fatwa

Fatwa bermunculan dari berbagai penjuru, dari berbagai lembaga dan organisasi. Berbagai hal dan masalah difatwakan. Mulai fatwa tentang aliran sesat, bunga bank, golput, yoga, rokok, pembangkit tenaga nuklir, rebonding, prewedding, infotainment, ringtone ayat-ayat Alquran, Facebook, sampai naik ojek.

Kecanggihan dan keaktifan pers ikut dan sangat membantu tersiarnya fatwa-fatwa dari berbagai pihak itu serta menjadikannya bahan pembicaraan berkepanjangan sehingga menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Bahkan, ada yang menilainya meresahkan.

Di sisi lain, ada pula yang khawatir, dengan sering dan mudahnya fatwa dikeluarkan, fatwa akan kehilangan wibawa dan kesakralan. Padahal, sejak dulu organisasi NU dengan bahtsul masail-nya dan Majelis Tarjih Muhammadiyah selalu menjawab masalah-masalah keagamaan yang ditanyakan anggotanya.

Di banyak pesantren juga ada tradisi musyawarah di kalangan santri. Mereka berlatih menjawab masalah-masalah keagamaan di masyarakat. Hanya, dulu mungkin tidak ada media massa yang tertarik menyiarkannya.

Di koran ini, saya pernah sedikit menjelaskan perbedaan antara fatwa, wacana, dan vonis yang sering dirancukan. Gara-gara kerancuan itu, sering terjadi fatwa dianggap vonis.

Celakanya, ada yang mengeksekusi berdasar fatwa tersebut. Itu merupakan kesalahan bertumpuk. Yakni, kesalahan menganggap fatwa sebagai vonis serta melakukan eksekusi dan penghakiman sendiri. Saya menjelaskan istilah-istilah tersebut terutama agar masyarakat tidak terlalu bingung dan resah terhadap fatwa-fatwa MUI.

Ternyata, sekarang masih atau semakin banyak keluhan mengenai kian maraknya fatwa, tidak hanya dari MUI. Masyarakat kembali ramai membicarakan dan sebagian malah menyatakan semakin bingung. Apalagi, kemudian ada yang membesar-besarkan perbedaan fatwa, seperti fatwa yang mengharamkan rokok dan yang hanya memakruhkannya. Maka, saya teringat akan hal yang pernah saya kemukakan -mengutip keterangan para ulama- tentang fatwa lebih dari setahun lalu.

Fatwa dalam istilah agama (sempitnya: fikih) mirip dengan pengertian bahasanya, yakni jawaban mufti terhadap masalah keberagamaan. Dulu -dan sampai sekarang di beberapa negara Timur Tengah- fatwa memang diminta dan diberikan oleh mufti secara perorangan.

PERDEBATAN tentang fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menghangat. Kali ini soal fatwa MUI yang mengharamkan atribut-atribut keagamaan non-Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News