Mengemis di Perempatan Jalan demi Membeli Bolpoin

Mengemis di Perempatan Jalan demi Membeli Bolpoin
Mengemis di Perempatan Jalan demi Membeli Bolpoin
Pria yang sebentar lagi berusia 50 tahun itu pun pasrah saja karena dijanjikan segera mendapat ganti rugi. Namun, janji tinggallah janji. Meski sudah 3,5 tahun berlalu, belum sedikit pun ganti rugi diterima. "Saya sudah berkali-kali nego. Tapi, belum deal," ucapnya.

Dia meminta agar perusahaan milik grup Bakrie itu membayar ganti rugi Rp 57 miliar. Kalkulasi itu berdasar nilai harta bendanya yang tenggelam bersama lumpur. Antara lain, tanah di pinggir Jalan Raya Porong seluas 4,8 hektare beserta bangunan di atasnya. Pria yang dikenal dengan sebutan Johny Osaka itu juga tidak sempat menyelamatkan mesin-mesinnya. Termasuk bahan baku usaha, baik kayu maupun rotan dan hasil produksi yang belum dipasarkan. "Hampir semuanya terendam di sana (lumpur)," katanya.

Namun, dia sangat terkejut ketika Lapindo Brantas Inc hanya mau membayar Rp 21 miliar. Hitungan itu, menurut dia, adalah hasil taksiran berdasar mekanisme business to business (B to B). Meski demikian, dia menolaknya karena tidak setimpal dengan kerugian yang diderita.

Saat ini dia tetap berupaya mendirikan bendera PT Osaka. Meski tidak sebesar dulu, kini sebuah pabrik pembuatan cat didirikan di Jalan Raya Ngaban, Tanggulangin. Dengan modal dari simpanannya, dia menumpang usaha di tempat saudaranya. Tujuannya hanya satu. "Biar PT Osaka tidak dianggap tenggelam sehingga kewajiban ganti rugi gugur," ucapnya. Meski, entah kapan ganti rugi itu dibayarkan. (sha/eko/c2/kum)

EMPAT tahun lumpur Lapindo terus mengalir, selama itu pula berbagai problem sosial bermunculan. Ada kisah korban lumpur yang terpaksa mengemis dan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News