RUU Pertanahan Dinilai Kontra Kebijakan Presiden Jokowi

RUU Pertanahan Dinilai Kontra Kebijakan Presiden Jokowi
Pakar Kehutanan UGM Yogyakarta, Prof. San Afri Awang. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah dan DPR diingatkan untuk tidak memaksakan pengesahan RUU Pertanahan pada periode DPR yang tinggal sekitar dua bulan setengah lagi berakhir. Banyak pihak terkait yang belum didengar pandangannya terkait pembahasan RUU ini.

Pengesahan yang tergesa-gesa dari RUU Pertanahan ini tak sejalan dengan pemikiran dan kebijakan Presiden Jokowi. Oleh karena itu, DPR dan Pemerintah harus melihat perspektif ini.

“Saya menduga upaya mempercepat pengesahan RUU ini karena ada aroma untuk melegalkan kawasan yang selama ini dinilai ilegal atau belum memiliki izin yang sah. RUU Pertanahan ini juga lebih berpihak pada pengusaha besar, bukan pada kepentingan rakyat kecil kebanyakan yang tengah diperjuangkan Presiden untuk mendapatkan hak pengelolaan lahan,” ujar Pakar Kehutanan UGM Yogyakarta, Prof. San Afri Awang dalam keterangan persnya, Selasa (16/7) menanggapi polemik RUU Pertanahan tersebut.

Dengan alasan seperti itu, San Afri berpandangan sebaiknya pembahasan RUU Pertanahan ditunda untuk didalami kembali pada periode DPR hasil Pemilu 2019 yang sebentar lagi akan dilantik.

BACA JUGA: KADIN: RUU Pertanahan Jangan Menghambat Iklim Usaha dan Investasi

“Jika alasan RUU ini fokus pada masalah agraria, hal itu sudah ada Program TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) dan Perhutanan Sosial. Masyarakat kecil mendapatkan akses kepemilikan legal dibawah TORA dan juga Perhutanan Sosial,” katanya.

“Semua itu dalam kebijakan pemerintah untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat khususnya yang berada di dalam dan sekitar kawasan hutan,” kata San Afri.

San Afri mencatat, hingga Mei 2019, TORA mencapai 2,4 juta Ha, Perhutanan Sosial sebesar 3,1 juta Ha, dan pengakuan Hutan Adat sebesar 0,47 Ha. Jika dalam kedua program utama Jokowi melalui KLHK ini masih ada kelemahan, San Afri mengajak untuk memperbaiki bersama dan bukan mempercepat pengesahan RUU Pertanahan yang menimbulkan kekhawatiran banyak pihak,” kata San Afri.

Model dan cara-cara penyusunan UU Pertanahan ini sudah tidak relevan lagi dengan situasi dan era keterbukaan yang menginginkan segalanya transparan dan kepentingan masyarakat banyak diutamakan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News