Utang Lebaran

Oleh Dahlan Iskan

 Utang Lebaran
Foto: disway.id

Saya belum pernah makan soto banjar yang enaknya melebihi bikinan istri saya. Pun soto banjar yang di Banjarmasin.

Saya hanya bisa bantu mengisi ketupat. Cengkorongan ketupatnya sendiri beli di pasar. Saya tinggal memasukkan beras ke dalamnya.

Saya bisa melakukan itu. Sudah biasa. Sejak kecil dulu. Bahkan saya bisa membuat cengkorongan ketupatnya. Profesional.

Di hari kelima Lebaran biasanya saya membuat itu. Waktu kecil dulu. Di desa. Saya sendiri yang mengambil janur (daun muda kelapa). Dengan cara memanjat.

Saya bisa membuat cengkorongan ketupat sampai 500 biji. Tiap 10 biji diikat jadi satu. Lalu disiram air. Agar tidak layu.

Keesokan harinya, subuh, ibu saya menggendongnya ke pasar. Dijual.

Biasanya saya membuat dua model cengkorongan ketupat. Kini saya sudah lupa nama kedua model itu.

Melihat begitu sibuknya istri saya, anak saya usul: habis salat makan bersama di restoran saja. "Jangan," kata saya. "Bikin soto itu salah satu kebahagiaan tertinggi beliau," tambah saya.

Tahun lalu saya berlebaran di rumah sakit. Lima hari sebelum Lebaran istri saya tidak sadarkan diri. Anak wedok saya nangis-nangis di telepon.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News